Lagi dan lagi, kita
memangkas
waktu untuk
menghampiri yang jauh
dengan
harap dan cemas
kita
melompat, tergelincir dengan riuh –
di antah
berantah roda-roda ini mulai lemas,
namun
hidup binar matamu tak kunjung lesu.
Lalu aku
akan diam-diam jatuh cinta;
Entah
pada langit dan awan berarak,
pada
sawah kuning meraya,
atau pada
pundak lebar yang terasa berjarak,
guyonan
yang renyah
terhalang
suara angin berderak.
Aku akan
menyangga kepala tetap tegak
agar tak
ada hati yang landai padamu;
Sekalipun
kerikil membuat gejolak,
giat
kupelihara jengkal ini darimu.
Lalu aku
akan diam-diam jatuh cinta;
mungkin
lebih tinggi dari langit dan awan berarak,
mungkin
lebih luas dari sawah kuning meraya,
pada
pundak lebar yang kutahu tak pernah tahu aku,
guyon
lepas yang tak pernah palsu,
dan
segala darimu yang tak akan pernah jadi milikku.
– Aku selalu ingin mendekap punggungmu,
tapi pada akhirnya, aku tak bisa apa-apa;
dan akan selalu diam-diam saja.
|
Kuning meraya tertutup kabut; begitupun sesak bingung yang banyak, kutelan sendiri. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar