Rabu, 14 Agustus 2019

Kebiasaan Tidur

"Kamu mendengkur. Selalu seperti itu. 

Kamu selalu beralasan bahwa dengkuran itu adalah output kelelahan hidupmu, jadi walau agak sedikit berisik, kamu minta maklum dariku. Walaupun aku mengiaskannya sebagai 'alasan', tapi dengkuranmu bukan sesuatu yang menyebalkan. Aku suka saat aku mendapati eksistensi lain dalam ruangan yang gelap ini, menandakan bahwa aku tak perlu merasa kesepian walau tak melulu bergeliat dalam dekapan.

Kita tenang dalam jarak. Selalu seperti itu. 
Kamu yang selalu terlentang menghadap langit dan aku yang selalu meringkuk menghadap dinding. Jika kupikir-pikir, lucu juga bagaimana kita tak bisa menyembunyikan apapun dari alam bawah sadar, sekalipun tabiat. 
Dalam hidup, kamu selalu menengadah menghadap masalah dan aku selalu sibuk membungkuk melindungi diri. 
Dalam kita, kamu selalu senang melihat dataran yang lapang meraya dan aku selalu sibuk ketakutan tersesat di dalamnya.

Aku ralat, kadang kita tak tenang dalam jarak. Aku tahu langitmu tak kan mau menapak tanah dan dindingku tak mampu terus tinggi merambah, tapi di antaranya mampulah kita berhimpit mencari celah. Kita berdesak dalam celah dan aku sesak oleh air mata, kemudian di punggungku hangat itu tiba-tiba menjalar,
terus hingga ke leher, 
lalu ke dada, 
hingga kemudian tangisku reda dan kita terjaga sampai pagi menjelang untuk menukar perih dengan kasih, 
serta menukar keluh dengan peluh.

Atau kadang, di punggungku hangat itu menjalar, 
terus hingga ke leher, 
lalu ke dada,
hingga kemudian tangisku reda dan kutempelkan pipiku ke pipimu, membagi basah dipermukaannya, 
untuk mendengar petuah kesukaanmu bahwa kita akan selalu baik-baik saja, asal kita tidak menyerah  
kecuali menyerah pada kantuk, dan dalam 10 menit kita kembali berdiam dalam mimpi masing-masing.

Mungkin tidak sepenuhnya berdiam karena kamu mendengkur.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ya, kamu mendengkur. Selalu seperti itu.

Kamu selalu beralasan bahwa dengkuran itu adalah output kelelahanmu, jadi walau agak sedikit berisik, kamu minta maklum dariku. Walaupun aku terus mendengarnya dan berasumsi kelelahanmu terjadi setiap hari, kuharap setidaknya lelahmu bukan karena tingkah polahku.

(Atau jika itu karenaku, kamu bisa bilang saja. Nanti kuperbaiki, tentu saja dengan bantuanmu.)"
 
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dengkurmu berhenti. Aku menoleh.

Kamu menatapku, aku mengedikan kepala ke layar. "Menulis lagi?", tanyamu lewat tatap, kubalas anggukan. 
Kamu mengulurkan tangan.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Akhirnya, aku menemukan tempat pulang yang lebih nyaman daripada rentetan kata-kata.

Kadang aku juga suka malas-malasan seharian dan menggusur kamu dari peraduan yang menghanyutkan