"Kamu
mendengkur. Selalu seperti itu.
Kamu selalu
beralasan bahwa dengkuran itu adalah output
kelelahan hidupmu, jadi walau agak sedikit berisik, kamu minta maklum dariku.
Walaupun aku mengiaskannya sebagai 'alasan', tapi dengkuranmu bukan sesuatu
yang menyebalkan. Aku suka saat aku mendapati eksistensi lain dalam ruangan
yang gelap ini, menandakan bahwa aku tak perlu merasa kesepian walau tak melulu
bergeliat dalam dekapan.
Kita tenang
dalam jarak. Selalu seperti itu.
Kamu yang
selalu terlentang menghadap langit dan aku yang selalu meringkuk menghadap
dinding. Jika kupikir-pikir, lucu juga bagaimana kita tak bisa menyembunyikan
apapun dari alam bawah sadar, sekalipun tabiat.
Dalam hidup,
kamu selalu menengadah menghadap masalah dan aku selalu sibuk membungkuk
melindungi diri.
Dalam kita,
kamu selalu senang melihat dataran yang lapang meraya dan aku selalu sibuk
ketakutan tersesat di dalamnya.
Aku ralat,
kadang kita tak tenang dalam jarak. Aku tahu langitmu tak kan mau menapak tanah
dan dindingku tak mampu terus tinggi merambah, tapi di antaranya mampulah kita
berhimpit mencari celah. Kita berdesak dalam celah dan aku sesak oleh air mata,
kemudian di punggungku hangat itu tiba-tiba menjalar,
terus hingga ke leher,
lalu ke dada,
hingga kemudian
tangisku reda dan kita terjaga sampai pagi menjelang untuk menukar perih dengan
kasih,
serta menukar
keluh dengan peluh.
Atau kadang, di
punggungku hangat itu menjalar,
terus hingga ke
leher,
lalu ke dada,
hingga kemudian
tangisku reda dan kutempelkan pipiku ke pipimu, membagi basah dipermukaannya,
untuk mendengar petuah kesukaanmu bahwa kita akan selalu baik-baik
saja, asal kita tidak menyerah –
kecuali
menyerah pada kantuk, dan dalam 10 menit kita kembali berdiam dalam mimpi
masing-masing.
Mungkin tidak
sepenuhnya berdiam karena kamu mendengkur.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ya, kamu
mendengkur. Selalu seperti itu.
Kamu selalu
beralasan bahwa dengkuran itu adalah output kelelahanmu, jadi walau agak
sedikit berisik, kamu minta maklum dariku. Walaupun aku terus mendengarnya dan
berasumsi kelelahanmu terjadi setiap hari, kuharap setidaknya lelahmu bukan
karena tingkah polahku.
(Atau jika itu karenaku, kamu bisa bilang saja. Nanti
kuperbaiki, tentu saja dengan bantuanmu.)"
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dengkurmu
berhenti. Aku menoleh.
Kamu menatapku,
aku mengedikan kepala ke layar. "Menulis lagi?", tanyamu lewat tatap,
kubalas anggukan.
Kamu
mengulurkan tangan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Akhirnya, aku
menemukan tempat pulang yang lebih nyaman daripada rentetan kata-kata.
Kadang aku juga suka malas-malasan seharian dan menggusur kamu dari peraduan yang menghanyutkan |